Sekolah Tinggi Desain Bali

Melihat kenyataan, bahwa sejumlah Sarjana dan Ahli Madya yang menganggur semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta untuk mengantisipasi sedini mungkin setiap perubahan yang timbul akibat era globalisasi, maka lembaga pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang tepat guna, memiliki kualifikasi keahlian, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Lembaga pendidikan yang tidak tanggap dengan perkembangan yang sangat cepat di sektor industri, perdagangan dan jasa dewasa ini, hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak siap pakai, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan maupun kesiapan mentalnya.

Sementara itu, seiring dengan pertumbuhan yang sangat pesat pada tiga sektor tulang punggung pembangunan ekonomi tersebut, menuntut beberapa kebutuhan sekaligus. Kebutuhan yang paling mendasar adalah masalah sumber daya manusia. Kian maraknya sektor industri memicu persaingan tajam dari produk yang dihasilkannya, untuk mendapatkan segmen pasar yang ditargetkan. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan makin tipisnya perbedaan kualitas produk. Salah satu unsur yang paling potensial sebagai alat persaingan atau atribut perang pemasaran adalah elemen desain. Desain tampil sebagai penentu dalam pengambilan keputusan memilih produk yang akan dikonsumsi. Bisa dibayangkan, bagaimana sebuah perusahaan kendaraan, real estate, furniture, garmen, surat kabar, majalah, pabrik kemasan, televisi, biro iklan, rumah produksi bahkan pemerintah memanfaatkan keunggulan desain atau karya estetik guna menentukan keberhasilan bisnis/programnya. Dalam hal ini, desain menjadi bidang seni rupa yang menjadi tumpuan harapan keberhasilan bidang lainnya. Menjadi hal yang logis, bila kemudian profesi desainer tumbuh sebagai profesi yang mulai diperhitungkan. Sampai saat ini, terdapat beberapa disiplin desain yang tumbuh pesat sebagai profesi, yakni desainer interior, desain produk industri, desain grafis atau desain komunikasi visual, dan fotografi desain. Keempat disiplin ini akhir-akhir ini makin tampil sebagai analisir yang penting. Terbukti munculnya banyak permintaan jasa desain di kota-kota besar. Kecenderungan tersebut bila diamati sebagai indikator makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap peranan penting desain.

Dalam kondisi seperti inilah, pendidikan desain di Indonesia dewasa ini menunjukkan pasang naik. Banyak orang mulai peduli mempersoalkan bagaimana sebenarnya hubungan antar disiplin pendidikan dengan prospek dunia kerja desain. Konsep "link & match" yang diisyaratkan oleh Menteri Pendidikan Nasional telah mendorong setiap lembaga pendidikan untuk menciptakan keterkaitan dengan dunia kerja. Sejak semula (pendidikan) desain memang sudah "link" dengan dunia kerja nyata. Persoalannya kini apakah telah tercapai kesepadanan (match) antara pendidikan desain dengan dunia kerja yang tentunya harus memiliki nilai yang sama. Dalam konteks ini apakah bidang pengetahuan desain yang dikembangkan oleh pendidikan desain telah laras dengan dunia kerja? Dengan menarik pertanyaan ini, maka pertanyaan ini berarti menuntut bagaimana pendidikan desain mengolah peserta didiknya agar memiliki keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Dari gambaran umum diatas dapat disimpulkan bahwa baik secara kualitas maupun kuantitas, lembaga pendidikan desain tetap selalu dibutuhkan dan dikembangkan secara terus-menerus.

Rapat kerja kurikulum nasional bidang desain menyimpulkan bahwa terdapat empat hal pokok yang diperlukan lembaga pendidikan tinggi untuk penyiapan tenaga terampil yang siap pakai. Pertama, kurikulum pendidikan yang tepat untuk setiap kualifikasi yang ditargetkan. Dalam hal ini perbandingan prosentase mata kuliah praktek dan teori akan sangat menentukan kualifikasi keahlian lulusannya. Disamping itu juga jenis mata kuliah, jumlah sks, sebaran dan course content nya, juga perlu mendapat perencanaan yang sangat cermat. Kedua, kemampuan sumber daya manusia. Harus ada komposisi yang seimbang antara akademik dan praktik handal. Ketiga, tersedianya fasilitas pendidikan yang cukup yang haruslah mutakhir dalam bidang desain. Keempat, kesempatan untuk mengadakan latihan kerja, workshop, kerja praktek, kunjungan dan lain-lain yang cukup, untuk mendekatkan hubungan lembaga pendidikan sebagai pemasok tenaga kerja dengan lembaga penerima kerja. Untuk itulah, STD BALI lahir dalam menghadapi tuntutan tersebut diatas.